Senin, 30 November 2009

membuat theme HP sendiri

membuat theme HP sendiri dengan gaya sendiri adalah sesuatu yang membanggakan bagi kita semua oleh karena itu bagi teman-teman yang menginginkannya silahkan download softwarenya di sini
Read More... membuat theme HP sendiri

Sabtu, 21 November 2009

Download Master dan Update AntivirusTerbaru

Read More... Download Master dan Update AntivirusTerbaru

Materi Hukum Tata Negara

Materi Hukum Tata Negara
Read More... Materi Hukum Tata Negara

Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia setelah amandemen

Ketata Negaraan RI setelah amandemen mengalami perubahan yang drastis lebih lengkapnya silahkan download Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia setelah amandemen di sini
Read More... Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia setelah amandemen

Download Peraturan Mahkamah Konstitusi Tentang Beracara Pengujian UU Terhadap UUD Negara RI 1945

Pengujian Undang-Undang terhadap UUD Negara RI adalah terdapat dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)Nomor 06/PMK/2005 silahkan Download Peraturan Mahkamah Konstitusi Tentang Beracara Pengujian UU Terhadap UUD Negara RI 1945 di sini
Read More... Download Peraturan Mahkamah Konstitusi Tentang Beracara Pengujian UU Terhadap UUD Negara RI 1945

Rabu, 18 November 2009

Dispute Settlement Procedures in the State Administrative Court

Prosedur Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara
1. Mengajukan Gugatan
Penggugat membayar registrasi atau uang panjer sebesar Rp.300.000,00 di Bank BRI, kemudian bukti pembayaran disahkan dengan stempel dan diberi materai di Kantor Pos. bukti pembayaran yang sudah sah didaftarkan ke Pengadilan tata Usaha Negara dan masuk buku registrasi perkara. Biaya panjer penggugat digunakan dalam hal:
· Administrasi kepada Negara
· Materai dan putusan
· Biaya pemanggilan
· Redaksi putusan
· Biaya sumpah
· Biaya ahli
· Biaya saksi
· Biaya kepaniteraan
· Dan lain-lain.
Jika biaya panjer tidak mencukupi maka pihak Penggugat akan diminta biaya tambahan. Uang muka biaya biaya perkara tersebut akan diperhitungkan kembali kalau perkaranya sudah selesai. Jika Penggugat kalah dalam perkara dan ternyata masih ada kelebihan uang muka biaya perkara tersisa maka biaya perkara tersisa akan dikembalikab kepadanya.
2. Membuat Penetapan Gugatan
Pemerikasaan Persiapan
Setelah penggugat mendaftar maka pihak pengadilan memeriksa berkas-berkas gugatan. Dalam pemeriksaan persiapan, ketua pengadilan memutuskan bahwa gugatan diterima atau tidak. Kemudian jika ada kekurangan/belum lengkap maka diadakan perbaikan gugatan dalam waktu 30 hari sejak diberikan naskah oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara kepada penggugat. Oleh panitera setelalah perbaikan surat gugatan kemudian dikirim kepada tergugat. Pihak tergugat dipanggil untuk melakukan pemeriksaan pihak tergugat dimintai kronologi tentang keputusan Tata Usaha Negara.
Penetapan Majelis Hakim
Pihak pengadilan menunjuk hakim untuk menangani perkara. Ketua pegadilan menetapkan hakim yang akan menyelesaikan perkara.

3. Persidangan
a. Pemeriksaan Persiapan Persidangan
Dalam hal ini tertutup untuk umum hanya pihak-pihak yang bersangkutan yaitu Penggugat dan tergugat untuk memepersiapkan acara persidangan. Persiapan dimulai dengan ketua sidang memerintahkan supaya pihak penggugat dan pihak tergugat jikalau pada hasil sidang pertama penggugat maupun kuasanya tidak hadir dalam sidang maka panitera memanggil ulang kedua. Jika pemanggilan kedua tergugat tidak hadir tanpa alas an yang dapat dipertanggungjawabkan, maka gugatan penggugat gugur demi hukum. Diwajibkan penggugat membayar biaya perkara.
b. Persiapan Hari Persidangan
Penetapan hari persidangan ditentukan oleh hakim ketika mejelis dalam penelitian administrasi.
c. Acara Persidangan
o Pembacaan Gugatan
Hakim ketua membuka sidang dan dinyatakan untuk umum. Hakim ketua mempersilahkan penggugat untuk membacakan gugatan.
o Jawaban Menaggapi gugatan
Pihak tergugat menanggapi pihak penggugat dalam gugatannya.
o Replik
Pihak penggugat memberikan jawaban, sanggahan atau menaggapi pihak terguagat.
o Duplik
Pihak Tergugat menggapi jawaban pihak Penggugat.
o Pembuktian
Para pihak memberikan bukti-bukti yang diperkarakan.
o Naseghel
Para pihak yang mempunyai surat-surat bukti disahkan dan diberi materai di kantor Pos. Kemudian di cocokan dengan aslinya.
o Bukti saksi
Para Pihak diberiakn kesempetan untuk mengundang saksi. Saksi minimal 2 orang.
o Kesimpulan
Majelis Hakim memberikan kesimpulan dari Replik dan Duplik.
o Putusan
Majelis hakim memutus perkara.
Pelaksanaan Sidang Pengadilan dalam Sengketa Tata Usaha Negara
Pelaksanaan sidang di pengadilan Tata Usaha Negara merupakan proses dimana perkara sengketa Tata Usaha Negara itu mulali disidangkan. Hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai pengadilan memeriksa dengan acara biasa, memeriksa, memutuskan sengketa Tata Usaha Negara dengan suatu majelis hakim yang terdiri dari tiga orang hakim majelis, yang senior ditunjuk sebagai ketua hakim majelis, yang tugasnya memimpin sidang dan bertanggung jawab atas ketertiban sidang. Semua orang tunduk pada perintah hakim ketua dengan baik. Jika pengadilan memeriksa acara dengan cepat, maka memutuskan dan memeriksa sengketa Tata Usaha Negara dengan hakim tunggal.
Pengadilan bersidang pada hari-hari ditentukan dalam surat panggilan vide (pasal 68 dan pasal 70 UU No. 5 tahun 1986) ketika permulaan sidang. Ketua majelis hakim membuka sidang dan dinyatakan dibuka untuk umum terkecuali jika majelis hakim memandang sengketa Tata Usaha Negara yang disengketakan menyangkut ketertiban umum, kesusilaan dan menyangkut keselamatan Negara maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum.







Read More... Dispute Settlement Procedures in the State Administrative Court

Minggu, 15 November 2009

Akses Interner Murah

memang sulit ketika kita harus keluar jika pengen menghabiskan waktu untuk menggenggam dunia dengan iterner. so... butuh solusi untuk mempermudah kita-kita agar tak peru keluar rumah untuk browsing, chating, cari tugas di internet, facebook, dll. untuk membat internet pribadi di rumah silahkan download cara membuat iternet murah di sini
Read More... Akses Interner Murah
Read More...

Selasa, 10 November 2009

CONFIGURATION POLITICS AND CHARACTER OF LAW

CONFIGURATION POLITICS AND CHARACTER OF LAW
By. Arif Rahman
The function and role of law and often heavily influenced by political forces intervened. Di Indonesia konfigurasi politik berkembang melalui tolak-tarik antara yang demokeratis dan otoritarian, sedangkan karakter produk hukum mengikutinya dalam tolak-tarik antara yang responsive dan yang konservatif. In Indonesia, the political configurations develop through trade-pull between the demokeratis and authoritarian, while the character of legal products to follow in the trade-pull between the responsive and conservative. Sementara itu untuk membangun tata tertib hukum dan meminimalisir pengaruh politik, judicial review sebenarnya dapat dijadikan alat control yang baik, akan tetapi ketentuan-ketentuan dalam berbagai peraturan perundang-undangan ternyata mengandung pula kekacauan teoritis sehingga tidak dapat dioperasionalkan. 2 Meanwhile, to establish law and order to minimize political influence, judicial review can actually be a good tool control, but the provisions of various laws and regulations also contain the chaos theory that can not be operational. 2

Hukum sebagai produk politik sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkanya. Law as a political product so that the character of each product will be largely determined law or characterized by the balance of forces or melahirkanya political configuration. Hal tersebut merupakan sebuah fakta dimana setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi dari kalangan para politisi. It is a fact which every legal product is a product of political decisions so that the law can be seen as a crystallization of the political thought of interacting among the politicians.

Konsep demokratis dan otoriter (non-demokratis) diidentifikasikan berdasarkan tiga indikator yaitu system kepartaian dan peran badan perwalian, peran eksekutif dan kebasan pers, sedangkan konsep hukum responsive/otonom diidentifikasikan berdasarkan proses pembuatan hukum, pemberian fungsi hukum dan kewenangan menafsirkan hukum. The concept of democratic and authoritarian (non-democratic) are identified based on three indicators of party system and the role of guardianship body, the role of executive and kebasan the press, while the legal concept of responsiveness / autonomy were identified based on the law-making process, providing the legal functions and authority to interpret the law.

    Konfigurasi politik demokrasi adalah konfigurasi yang membuka peluang bagi berperanya potensi rakyat secara maksimal untuk turut serta aktif menentukan kebijakan Negara. Democratic political configuration is the configuration that opens opportunities for people berperanya maximum potential to contribute to an active state policy. Dalam konteks ini Negara merupakan komite yang harus melaksanakan kehendak rakyat yang dirumuskan secara demokratis. In this context the committee that the State should carry out the will of the people democratically formulated.

    Konfigurasi politik otoriter merupakan konfigurasi yang menempatkan pemerintah pada posisi yang sangat dominan dengan sifat yang intervensionis dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan Negara sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulir secara proporsional. Authoritarian political configuration is the configuration that puts the government in a very dominant position with the interventionist nature of the determination and implementation of State policy that the potential and aspirations and teragregasi not terartikulir proportionately.

    Produk hukum responsive/otonom adalah produk hukum yang karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan baik individu maupun berbagai kelompok social di dalam mayarakat sehingga mampu mencerminkan rasa keadilan di dalam masyarakat. Responsive legal products / autonomous is a legal product that reflects the fulfillment of his character demands of both individuals and social groups in the society so as to reflect the sense of justice in society.

    Produk hukum konservatif/ortodoks adalah produk hukum yang karakternya mencerminkan visi politik pemegang kekuasaan dominan sehingga pembuatanya tidak mengandung partisipasi dan aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Conservative legal products / orthodox is a legal product that reflects the character of political vision of the dominant power holders that do not contain pembuatanya participation and people's aspirations seriously.

Pembentukan hukum dalam suatu system hukum sangat ditentukan oleh konsep hukum yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas pembentuknya. Proses ini berbeda pada setiap kelas masyarakat. Formation law in a legal system is largely determined by the legal concept embraced by a society of law, also by the quality of its constituent. This process is different in every class of society. Dalam masyarakat sederhana, pembentukanya dapat berlangsung sebagai proses penerimaan terhadap kebiasaan-kebiasaan hukum atau sebagai proses pembentukan atau pengukuhan kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-kesatuan hukum dalam masyarakat itu. In simple communities, can take as pembentukanya admission process to the customs law or as a process of formation or strengthening of habits that directly involve legal entities in the community. Dalam masyarakat Eropa Kontinental pembentukan hukum dilakukan oleh badan legeslatif. In Continental Europe the legal establishment by legeslatif body. Sedangkan dalam masyarakat common law (Anglo saxion) kewenangan terpusat pada hakim. 3 While the common law in society (Anglo saxion) focused on the judge's authority. 3

Negara Indonesia sebagai Negara hukum, konsep hukumnya mengikuti Eropa Kontinental, dimana pembentukan hukumnya dilakukan oleh badan legislative (DPR). Landasan Juridis pemberian kewenangan kekuasaan pembentukan undang-undang kepada badan legislative didasarkan pada pertama , Pasal 20 UUD Negara RI Tahun 1945 4 ayat 1: “ DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang ”. State of Indonesia as a state law, the concept of following the Continental European law, where the formation of the ruling made by a legislative body (Parliament). Juridis the authorization basis of power in lawmaking to the legislative body is based on the first State Constitution Article 20 of Indonesia Year 1945 4 paragraph 1: "Parliament shall hold the power to form the law". Ayat 2 : “ setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama ” ayat 5 : “ Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui rancangan undangundang tersebut sah menjadi undangundang dan wajib diundangkan”. Verse 2: "every bill discussed by the House of Representatives and the President for approval with" verse 5: "In terms of design approved undangundang together is not authorized by the President within thirty days since the draft was approved design undangundang is legitimate to undangundang and undangundang mandatory enactment ".

Landasan Juridis yang kedua, adalah UU No. Juridis the second runway, is Law No.. 10 tahun 2004 tentang peraturan pembentukan perundang-undangan. 10 year 2004 about the establishment of regulatory legislation. Kewenanga DPR dalam pembentukan undang-undang diatur dalam BAB IV tentang “perencanaan penyusunan undang-undang” dan BAB V tentang “pembentukan peraturan perundang-undangan”. Kewenanga Parliament in the formation of laws set forth in Chapter IV of the "drafting planning laws" and Chapter V on "forming legislation".

Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia ternyata telah terjadi tolak tarik atau dinamika antara konfigurasi politik otoriter (nondemokeratis). Demokerasi dan Otoriterisme muncul secara bergantian dengan kecenderungan linier disetiap periode pada konfigurasii otoriter. Indonesian state administration throughout history have occurred had rejected or dynamic pull between authoritarian political configuration (nondemokeratis). Demokerasi and authoritarianism appeared alternately with linear trend in each period of authoritarian konfigurasii. Sejalan dengan hal itu, perkembangan karakter produk hukum memperlihatkan keterpengaruhannya dengan terjadi tolak tarik antara produk hukum yang berkarakter konservatif dengan kecenderungan linier yang sama. In line with this, the development of legal products showed character to occur starting keterpengaruhannya attraction between legal product conservative character with the same linear trend.

Tolak tarik karakter hukum menunjukan bahwa karakter produk hukum senantiasa berkembang seirama dengan perkembangan konfigurasi politik. Deny appeal legal character shows that characters are constantly evolving law of products in tune with developments in the political configuration. Meskipun kepastianya bervariasi, konfigurasi politik yang demokeratis senantiasa diikuti munculnya produk hukum yang responsive/otonom, sedang konfigurasi politik yang otoriter senantiasa disertai oleh munculnya hukum yang berkarakter konserfatif/ortodoks. Although kepastianya varied, the political configuration of demokeratis always followed the emergence of a responsive legal products / autonomous, is an authoritarian political configuration is always accompanied by the emergence of conservative legal character / orthodox.

Sebagai contoh adalah pada masa periode 1945-1959 yang melahirkan UU tentang pemili yang bercorak nasional dan benar-benar direalisasikan, yaitu UU No. An example is during the 1945-1959 period that gave birth to the law on the patterned pemili national and actually realized, namely Law No. 7 tahun 1953. 7 in 1953. UU tersebut dicirikan sebagai UU yang sangat responsive karena benar-benar memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan wakil-wakilnya melalui pemilu yang sangat jujur, adil dan demokeratis. Periode 1959-1966 yang tampil denga konfigurasi politik otoriter tidak pernah diselanggarakan pemilu. Law is characterized as a highly responsive law because it really gives freedom to the people to determine their representatives through elections that are honest, fair and demokeratis. 1959-1966 period the premises appear authoritarian political configuration never diselanggarakan election. Meskippun pemerintah menjanjikan akan mengajukan RUU Pemilu namun sampai berakhirnya periode demokerasi terpimpin tidak ada UU Pemilu yang dilahirkan. Meskippun the government promised to submit the bill until the end of the elections but the period of guided demokerasi no Election Law was born. Contoh tersebut jelas menggambarkan konsep mengenai karakter produk hukum yang senantiasa berkembang seirama dengan perkembangan konfigurasi politik. This example clearly illustrates the concept of the character of legal products that are constantly evolving in step with the development of the political configuration.

Read More... CONFIGURATION POLITICS AND CHARACTER OF LAW

CONFIGURATION POLITICS AND CHARACTER OF LAW

KONFIGURASI POLITIK DAN KARAKTER HUKUM
Oleh : Arif Rahman
Fungsi dan peranan hukum sangat dipengaruhi dan kerapkali diintervensi oleh kekuatan politik. Di Indonesia konfigurasi politik berkembang melalui tolak-tarik antara yang demokeratis dan otoritarian, sedangkan karakter produk hukum mengikutinya dalam tolak-tarik antara yang responsive dan yang konservatif. Sementara itu untuk membangun tata tertib hukum dan meminimalisir pengaruh politik, judicial review sebenarnya dapat dijadikan alat control yang baik, akan tetapi ketentuan-ketentuan dalam berbagai peraturan perundang-undangan ternyata mengandung pula kekacauan teoritis sehingga tidak dapat dioperasionalkan.
Hukum sebagai produk politik sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkanya. Hal tersebut merupakan sebuah fakta dimana setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi dari kalangan para politisi.
Konsep demokratis dan otoriter (non-demokratis) diidentifikasikan berdasarkan tiga indikator yaitu system kepartaian dan peran badan perwalian, peran eksekutif dan kebasan pers, sedangkan konsep hukum responsive/otonom diidentifikasikan berdasarkan proses pembuatan hukum, pemberian fungsi hukum dan kewenangan menafsirkan hukum.
1) Konfigurasi politik demokrasi adalah konfigurasi yang membuka peluang bagi berperanya potensi rakyat secara maksimal untuk turut serta aktif menentukan kebijakan Negara. Dalam konteks ini Negara merupakan komite yang harus melaksanakan kehendak rakyat yang dirumuskan secara demokratis.
2) Konfigurasi politik otoriter merupakan konfigurasi yang menempatkan pemerintah pada posisi yang sangat dominan dengan sifat yang intervensionis dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan Negara sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulir secara proporsional.
3) Produk hukum responsive/otonom adalah produk hukum yang karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan baik individu maupun berbagai kelompok social di dalam mayarakat sehingga mampu mencerminkan rasa keadilan di dalam masyarakat.
4) Produk hukum konservatif/ortodoks adalah produk hukum yang karakternya mencerminkan visi politik pemegang kekuasaan dominan sehingga pembuatanya tidak mengandung partisipasi dan aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh.
Pembentukan hukum dalam suatu system hukum sangat ditentukan oleh konsep hukum yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas pembentuknya. Proses ini berbeda pada setiap kelas masyarakat. Dalam masyarakat sederhana, pembentukanya dapat berlangsung sebagai proses penerimaan terhadap kebiasaan-kebiasaan hukum atau sebagai proses pembentukan atau pengukuhan kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-kesatuan hukum dalam masyarakat itu. Dalam masyarakat Eropa Kontinental pembentukan hukum dilakukan oleh badan legeslatif. Sedangkan dalam masyarakat common law (Anglo saxion) kewenangan terpusat pada hakim.
Negara Indonesia sebagai Negara hukum, konsep hukumnya mengikuti Eropa Kontinental, dimana pembentukan hukumnya dilakukan oleh badan legislative (DPR). Landasan Juridis pemberian kewenangan kekuasaan pembentukan undang-undang kepada badan legislative didasarkan pada pertama, Pasal 20 UUD Negara RI Tahun 1945 ayat 1: “DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Ayat 2 : “setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama” ayat 5 : “Dalam hal rancangan undang­undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang­undang tersebut disetujui rancangan undang­undang tersebut sah menjadi undang­undang dan wajib diundangkan”.
Landasan Juridis yang kedua, adalah UU No. 10 tahun 2004 tentang peraturan pembentukan perundang-undangan. Kewenanga DPR dalam pembentukan undang-undang diatur dalam BAB IV tentang “perencanaan penyusunan undang-undang” dan BAB V tentang “pembentukan peraturan perundang-undangan”.
Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia ternyata telah terjadi tolak tarik atau dinamika antara konfigurasi politik otoriter (nondemokeratis). Demokerasi dan Otoriterisme muncul secara bergantian dengan kecenderungan linier disetiap periode pada konfigurasii otoriter. Sejalan dengan hal itu, perkembangan karakter produk hukum memperlihatkan keterpengaruhannya dengan terjadi tolak tarik antara produk hukum yang berkarakter konservatif dengan kecenderungan linier yang sama.
Tolak tarik karakter hukum menunjukan bahwa karakter produk hukum senantiasa berkembang seirama dengan perkembangan konfigurasi politik. Meskipun kepastianya bervariasi, konfigurasi politik yang demokeratis senantiasa diikuti munculnya produk hukum yang responsive/otonom, sedang konfigurasi politik yang otoriter senantiasa disertai oleh munculnya hukum yang berkarakter konserfatif/ortodoks.
Sebagai contoh adalah pada masa periode 1945-1959 yang melahirkan UU tentang pemili yang bercorak nasional dan benar-benar direalisasikan, yaitu UU No. 7 tahun 1953. UU tersebut dicirikan sebagai UU yang sangat responsive karena benar-benar memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan wakil-wakilnya melalui pemilu yang sangat jujur, adil dan demokeratis. Periode 1959-1966 yang tampil denga konfigurasi politik otoriter tidak pernah diselanggarakan pemilu. Meskippun pemerintah menjanjikan akan mengajukan RUU Pemilu namun sampai berakhirnya periode demokerasi terpimpin tidak ada UU Pemilu yang dilahirkan. Contoh tersebut jelas menggambarkan konsep mengenai karakter produk hukum yang senantiasa berkembang seirama dengan perkembangan konfigurasi politik.

Read More... CONFIGURATION POLITICS AND CHARACTER OF LAW

About

Copyright Text